News Update
- Sate Petir Pak Nano: Disambar Sate Petir Racikan Pak Nano yang Bikin Ketar-ketir
- Sagoo Kitchen: Gurih Mantap! Nasi Goreng Kunyit Ayam Bledos di Resto Jadoel
- Melewati Garut? Jangan Lupa Makan Enak Dulu di 5 Tempat Ini
- Hotel Indonesia Natour Raih Penghargaan dari ITTA Foundation
- Beda Tahu Petis Bandung yang Dicicip Jokowi dengan Tahu Petis Semarang
- Redjeki Kuliner: Malas Masak? Pesan Saja Ayam Goreng dan Sayur Lodeh Enak Ini
- Sumber Bestik Pak Darmo: Empuk Gurih Bestik Lidah yang Menggoyang Lidah
- Waroeng Keroepoek : Menikmati Wedang Bergaya Kekinian di 'Cafedangan'
Sowan ke Dapur Mbah Marto di Yogyakarta, Memasak Sejak Zaman Belanda
Selasa,2017-10-17,11:18:38
Kompas.com/Silvita Agmasari Mangut lele yang dijual di warung Mbah Marto, Bantul, Yogyakarta.
YOGYAKARTA - Tubuh Mbah Marto (104) boleh saja sudah renta. Tetapi dari tatapan wajah dan cara bicaranya terpancar semangat yang kuat. Nenek yang telah memiliki 15 cucu dan delapan cicit ini mengaku sudah memasak sejak usianya 20 tahun, dari zaman penjajahan Belanda. Beruntung sampai saat ini wisatawan dapat mencicipi kelezatan masakan Mbah Marto di dapurnya yang berada di Sewon, Bantul, Yogyakarta.
"Ini khasnya memang mangut lele. Masaknya harus pakai kayu bakar, lebih enak rasanya juga beda. Kalau pakai kompor jadinya bau minyak, takut meledak juga," kata Mbah Marto saat KompasTravel berkunjung ke rumahnya bersama tim Otomotif Kompas.com, Kamis (28/9/2017).
Mbah Marto, selain gemar berbincang dengan para tamu, nyatanya juga lihai dalam memasak. Di usianya yang sudah lebih dari seabad, ia mengaku tak dapat banyak membantu. Hanya bisa memarut kelapa dan membumbui masakan anaknya.
Hidangan yang dijual di Warung Mangut Lele Mbah Marto, Bantul, YogyakartaKompas.com/Silvita Agmasari Hidangan yang dijual di Warung Mangut Lele Mbah Marto, Bantul, Yogyakarta
Namun bisa jadi justru kuncinya ada di tangan Mbah Marto, sebab seluruh hidangan yang disajikan di dapurnya yang masih tradisional justru dibumbui dengan sempurna dan menghasilkan cita rasa autentik. Hidangan rumah khas pedesaan.
Misalnya mangut lele, hidangan andalan Mbah Marto, dimasak empat jam dengan kayu bakar sehingga rasanya sangat empuk. Bumbu mangut yang teresap sempurna hingga ke lele, menyisakan kuah kaldu yang berbumbu dan pedas. Dalam satu hari, anak Mbah Marto dapat memasak 30 kilogram lele.
Belum lagi hidangan lain seperti krecek, gudeg nangka, garang asem, dan opor ayam yang membuat siapapun kalap ingin menyantapnya.
Di dapur Mbah Marto, pengunjung akan terasa seperti makan di rumah nenek sendiri. Anda akan dipersilahkan mengambil piring, nasi, dan lauk pauk sesuka hati.
Mbah Marto duduk menyambut para tamunya. Ia senang mengobrol dan bernostalgia tentang masa mudanya. Alhasil sowan ke dapur Mbah Marto bukan lagi sekedar berwisata kuliner, namun juga pengalaman bersantap di kampung dengan hidangan yang terasa autentik dari tangan para pemasak berpengalaman.
Di akhir, ketika pamit pulang barulah pengunjung diperbolehkan bertanya soal harga makanan. Jangan kaget juga dengan harga nasi, satu jenis lauk, satu jenis sayur, dan minum dihargai sekitar Rp 20.000 per porsi. Padahal besarnya porsi semua tergantung dengan keinginan pembeli.
Mbah Marto, dapurnya, dan mangut lele seakan semakin menambah alasan untuk selalu kembali ke Yogyakarta.
PenulisSilvita Agmasari
EditorSri Anindiati Nursastri
Berita Terkait
- 1CENIL BIHUN NANAS
- 2Pancong Balap, Kuliner Tradisional Khas Bekasi
- 3Ayam Betutu dan Ayam Besisit, Olahan Ayam Asli Pulau Dewata
- 4Lele Goreng Sudah Biasa, Istana Lele Sajikan Lele Bakar Organik
- 5Melewati Garut? Jangan Lupa Makan Enak Dulu di 5 Tempat Ini
- 6Es Daluman Minuman Khas Bali yang Bikin Segar